Peak |
Semarang, 17
Januari 2014
Seorang yang berstatus mahasiswa, maka kebebasan ada ditangannya.
Pun demikian yang gw rasakan dan gw jalani. Saat itu gw sedang menempuh kuliah
di PTN yang ada di Semarang sebut saja Unnes. Gw yang terlahir dengan jiwa
petualangan, berbagai kegiatan di luar kampus akan gw lakukan. Seperti saat gw mengakhiri
semester 5, gw akan memulai sebuah petualangan yang akan mempengaruhi hidup gw
sampai sekarang.
Naik gunung/hiking mountain adalah sebuah kegiatan
ekstrem dan terorganisir. Gw dulu belum berpikir naik gunung apalagi sampe
namanya ketagihan naik gunung ke berbagai gunung lainnya. Ini pengalaman
pertama gw dan pengalaman berteman dengan badai pertama bagi gw. Disini gw ga
akan bercerita secara detail, cuma point-point pentingnya saja selama gw
mendaki ke Gunung Ungaran, Semarang.
Gw (imi) berserta
temen-temen gw sebut saja Roy, Odi, Goper dan Moel. Kami bukan pandawa lima,
kami hanya mahasiswa yang haus akan petualang dan berkelana. Kami naik gunung
bukan untuk mencari sensasi apalagi mencari materi,tapi ada hal lain yang lebih
besar yang akan kami cari yaitu melampaui batas diri sendiri.
Gunung Ungaran sendiri memiliki 3 jalur pendakian, yaitu melalui Gedong Songo, Pasar Jimbaran (Basecamp Mawar), dan Promasan (Medini). Kami berlima memlilih lewat jalur pendakian Basecamp Mawar. Berbagai peralatan dan perlengkapan telah kami siapkan. Bagi gw yang newbe, gw gak terlalu paham apa yang harus gw bawa dan gw siapkan bila naik gunung. Setelah semuanya beres, gw berlima lalu berangkat menuju Basecamp Mawar.
Gunung Ungaran sendiri memiliki 3 jalur pendakian, yaitu melalui Gedong Songo, Pasar Jimbaran (Basecamp Mawar), dan Promasan (Medini). Kami berlima memlilih lewat jalur pendakian Basecamp Mawar. Berbagai peralatan dan perlengkapan telah kami siapkan. Bagi gw yang newbe, gw gak terlalu paham apa yang harus gw bawa dan gw siapkan bila naik gunung. Setelah semuanya beres, gw berlima lalu berangkat menuju Basecamp Mawar.
Sekitar 1 jam
dari Kontrakan gw udah sampe di Basecamp Mawar. Kami berangkat pukul 17.48.
Hawa disini dingin dan jaket adalah pelindung pertama untuk mengusirnya. Kami
mengira perjalanan menuju tempat campakan berjalan mulus, tapi baru berjalan 45 menit hujan turun dengan deras.
Beruntungnya kami menemukan sebuah gubuk, lalu kami berlima berteduh dibawah
atapnya. Sambil menunggu hujan reda, kami berlima menyeduh cairan penghangat
yaitu kopi. Setelah beberapa menit menunggu, hujan sedikit reda. Akhirnya kami
memutuskan untuk melanjutkan pendakian di bawah rintik hujan.
Berjalanlah.. |
Jalur pendakian
di Gunung Ungaran sendiri didominasi oleh hutan, kebun kopi dan kebun teh.
Disini terdapat sumber air diantara jalur Pos 3 atau Pos Pronojiwo atau di
kolam renang yang berada di ketinggian sekitar
1.000 mdpl dan di Promasan. Kami memutuskan istirahat di sekitar kolam
renang. Di area kolam renang ini terdapat sebuah rumah, mungkin penghuninya
bekerja sebagai petani kopi atau yang lainnya.
Beberapa menit
kemudian kami melanjutkan pendakian. Namun hujan tak kunjung berhenti ditambah
kabut mulai menyelimuti kami. Pun jarak pandang mulai berkurang seolah menambah
sensasi pendakian ini. Seiring waktu berjalan, akhirnya kami tiba di kebun teh.
Kami memutuskan untuk mendirikan tenda di sekitar area kampung pemetik teh atau
Promasan. Sebenarnya kami bisa saja camping di area kebun teh, tapi perut kami
menuntut untuk singgah ke kampung pemetik teh itu. Tak masalah bila ingin ke puncak Gunung
Ungaran, kami harus balik lagi ke kebun teh tadi.
Pukul 20.00, kami
sampai di Promasan. Kami sepakat buat makan dulu di warung milik salah satu
warga disana sebelum nyari tempat untuk mendirikan tenda. Walaupun kadar air
hujan mulai menurun intensitasnya tetap dinginnya langsung menusuk tulang.
Setelah makan, lanjut cari tempat camp dan ketika menemukan tempat yang pas,
tenda pun kami bentangkan lalu berdiri. Apa yang dilakukan kami saat tenda
sudah berdiri tegak dan basah?? Ya, tentu saja kami langsung nyalakan kompor,
masak air biar mateng, bikin kopi biar anget.
Pukul 23.59 hujan bertambah deras, kami memutuskan untuk tidur. Satu hal yang gw temukan bahwa bila kita tidur berdempetan di dalam tenda, maka rasa dingin itu akan ilang dan badan akan terasa hangat.
Sekitar pukul 02.00 dinihari, kami terbangun semua, hujan pun masih tetap setia derasnya. Gw yang masih polos dalam hal pendakian mulai menikmati arti menyatu dengan alam atau bahasa kerennya into the wild. Gw menyadari bahwa selama ini gw hidup di zona kurang nyaman. Dan ini adalah salah satunya zona yang gw dambakan.
Berada di tengah hutan dan keheningan malam, terbangun saat orang lain terlelap tidur dikasur empuknya, terlelah saat orang lain terdiam, kedinginan saat orang lain asik duduk di sekitar api unggun, kehujanan saat orang lain sedang berteduh dirumah. Gw merasakan itu adalah sebuah anugerah. Anugerah bahwa sejatinya mental dan fisik seorang pendaki itu harus tangguh, kuat dan pantang menyerah.
Pukul 04.45 kami melanjutkan pendakian menuju puncak Gunung Ungaran. Kondisi cuaca seperti ini mungkin akan melemahkan mental bagi orang lain. Pun keraguan terus manari-nari di atas kepala kami. Namun jiwa kami berkata apapun kondisinya, kami akan terus berjuang mencapai tujuan yaitu Puncak Ungaran. Trek menanjak dan bebatuan menjadi tumpuan kaki kami. Tas cariel yang semakin berat karena kehujanan semakin menantang adrenalin kami untuk menaklukan musuh terberat kami yaitu diri kami sendiri.
Pukul 23.59 hujan bertambah deras, kami memutuskan untuk tidur. Satu hal yang gw temukan bahwa bila kita tidur berdempetan di dalam tenda, maka rasa dingin itu akan ilang dan badan akan terasa hangat.
Sekitar pukul 02.00 dinihari, kami terbangun semua, hujan pun masih tetap setia derasnya. Gw yang masih polos dalam hal pendakian mulai menikmati arti menyatu dengan alam atau bahasa kerennya into the wild. Gw menyadari bahwa selama ini gw hidup di zona kurang nyaman. Dan ini adalah salah satunya zona yang gw dambakan.
Berada di tengah hutan dan keheningan malam, terbangun saat orang lain terlelap tidur dikasur empuknya, terlelah saat orang lain terdiam, kedinginan saat orang lain asik duduk di sekitar api unggun, kehujanan saat orang lain sedang berteduh dirumah. Gw merasakan itu adalah sebuah anugerah. Anugerah bahwa sejatinya mental dan fisik seorang pendaki itu harus tangguh, kuat dan pantang menyerah.
Pukul 04.45 kami melanjutkan pendakian menuju puncak Gunung Ungaran. Kondisi cuaca seperti ini mungkin akan melemahkan mental bagi orang lain. Pun keraguan terus manari-nari di atas kepala kami. Namun jiwa kami berkata apapun kondisinya, kami akan terus berjuang mencapai tujuan yaitu Puncak Ungaran. Trek menanjak dan bebatuan menjadi tumpuan kaki kami. Tas cariel yang semakin berat karena kehujanan semakin menantang adrenalin kami untuk menaklukan musuh terberat kami yaitu diri kami sendiri.
Alhasil kami
bertemu dengan badai yang dapat menghentikan pendakian ini. Sebelum puncak kami
bertemu dengan angin kencang, kabut tebal, dan hujan deras. Rasa resah dan
khawatir apa yang akan terjadi menyeruak dalam benak ini. Seperti hal-hal yang
tidak kami inginkan mulai merasuk dalam tanya. Apakah kami akan sanggup
mencapai puncak Ungaran?
Puncak Ungaran
2.050 mdpl, 18 Januari 2014
Pukul 08.15 pagi, akhirnya kami sampai di puncak ungaran dengan
senyum yang terlihat dari kelima anak manusia yang tak kenal kata menyerah.
Dari puncak Ungaran, kami hanya melihat kabut tebal, merasakan hawa dingin
seperti berada di frizzer dalam waktu
yang lama. Satu lagi, tak ada anak manusia selain kami pada saat itu.
Puncak |
Setelah agak
siang namun matahari tak kunjung datang, kami meninggalkan puncak ini. Kami
menyadari terlalu lama disini, badan kami mungkin akan membeku. Perjalanan
turun mungkin akan menyingkat waktu dibanding kala naik tadi. Tibalah kami di
area kolam renang yang kemarin malam kami lalui. Gw pun menantang temen gw Roy
untuk berenang di kolam renang ini. Yang terjadi selanjutnya yaitu gw sama Roy
langsung copot baju dan nyebur disini. Gw merasakan sedikit hangat kala gw
berenang. Melihat tingkah gw berdua, ada satu rombongan mahasiswa yang akan
melakukan diksar (pendidikan dasar) di Promasan. Salah satu mahasiswa itu
bertanya “mas apa ngga dingin, berenang dikala cuaca begini?”. Gw jawab ”di
atas lebih dingin dari ini, tapi saat berenang disini malah anget”.
berenang |
Setelah melewati
semua keraguan dalam pikiran dan langkah kami, akhirnya kami tiba di Basecamp
Mawar. Gunung Ungaran telah menjadi saksi lima anak manusia yang nekat menembus
dan berteman badai. Segelas teh panas pun
menemani kami berlima di warung sekitar Basecamp.
Ini adalah sebuah
perjalanan yang gak akan gw lupakan sampai kapanpun. Mulai dari temen2 gw kayak
Roy, Odi, Goper dan Moel dan hal-hal yang gw alami sebelum dan selama pedakian
ke Gunung Ungaran. Mereka semua telah membawa gw dalam sebuah pengalaman luar
biasa.
Gw akan menambahkan sedikit kalimat sakti dari idola gw yaitu Ibnu Battuta, he say that “Traveling-it leaves you speachless, then turn you into a storyteller”.
Kunjungi juga cerita lainnya di Perjalanan imi, disini...
Gw akan menambahkan sedikit kalimat sakti dari idola gw yaitu Ibnu Battuta, he say that “Traveling-it leaves you speachless, then turn you into a storyteller”.
Kunjungi juga cerita lainnya di Perjalanan imi, disini...
See you on the next adventures and thank you
for reading...
Karena sepi terdapat banyak inspirasi
Salam Lestari !!!
imi, Roy, Odi,
Goper dan Moel
Mengerikan serta mengasikan, jika teringat tentang ini, tulisanmu asik mi.��
ReplyDeletehahaha...emang bener2 ngeri..tapi indah saat dikenang..kritikanya apa nih?
Deletemitos si imi
ReplyDeleteMitologinya lu le.
Deleteimi_kian dan terima kasih
DeleteKereeeen dulur catetane hehehe
ReplyDeletesuwun mase..hehe
Deleteseru banget baca tulisannya, kalau mau melakukan pendakian gunung ungaran via basecamp mawar kabarin min. pngin gabung :)
ReplyDeleteSiaap bro...
Delete